Rabu, 04 Maret 2009

KTSP tak Bertentangan dengan UN Mulyasa, ”Persoalannya, Mengapa UN Menjadi Standar Kelulusan?”

Meskipun kurikulum satuan tingkat pendidikan (KSTP) mengacu pada semangat desentralisasi yang direalisasikan melalui kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS), penetapannya tidak bertentangan dengan ujian nasional (UN) yang lebih bersifat sentralistik. Penetapan KTSP tetap mengacu pada Permendiknas yang juga digunakan dalam menetapkan UN. Selain itu, KTSP dan UN merupakan hasil kajian Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang ditunjuk pemerintah berkaitan dengan persoalan-persoalan kependidikan di Indonesia.

Penulis buku ”KTSP” Dr. E. Mulyasa menyampaikan hal tersebut pada bedah buku ”KTSP” di Aula Unpas, Jumat (30/3) yang diselenggarakan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unpas. Buku yang diterbitkan Rosda Karya ini tidak hanya memuat teori dan kebijakan KTSP, tetapi juga praktik penyusunan silabus KTSP.


Menurut Mulyasa, KTSP tidak lain merupakan perangkat dari rencana besar pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Kebijakan tersebut mengacu pada semangat otonomi daerah di mana segala proses pendidikan diserahkan kepada daerah.

Semangat ini kata dia, lebih dikenal dengan sebutan semangat desentralisasi yang direalisasikan melalui program manajemen berbasis sekolah (MBS), di mana proses pendidikan tidak lagi mengacu pada konsep behaviorisme tetapi pada konsep konstruktivisme.

Cakupan KTSP menurut Mulyasa terdiri atas 8 standar, meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik/tenaga kependidikan, standar sarana/prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dari semua standar tersebut, pemerintah baru penetapkan 2 standar secara nasional, yakni standar isi dan standar kompetensi lulusan.

”Sedangkan untuk standar lainnya masih dalam pembicaraan dan belum diberlakukan secara nasional. Terutama, pemerintah belum berani menetapkan standar dalam biaya pendidikan karena masih beragamnya tingkat kemampuan daerah,” kata Mulyasa.
Menjawab kontradiksi antara KTSP dengan UN, Mulyasa mengatakan, tidak ada kontradiksi. Kesalahan yang terjadi bukan pada UN yang bertentangan dengan KTSP, tetapi penetapan UN yang dijadikan sebagai standar kelulusan oleh pemerintah. ”Kebijakan ini yang salah, UN dijadikan standar kelulusan. Tapi kalau UN dengan KTSP, tidak ada pertentangan di antara keduanya,” terang dia.

Perihal tingkat kemampuan sekolah dan guru yang masih beragam, Mulyasa membeberkan, KTSP justru dapat meminimalkan keterbatasan kemampuan yang dimiliki sekolah. Sekolah dapat membuat kurikulum sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena, KTSP memang sangat terbuka untuk memasukkan unsur lokal ke dalamnya.

Sedangkan untuk peningkatan kualitas guru untuk terpenuhinya KTSP, Mulyasa menyebutkan, semua tergantung dari semakin gencarnya pelatihan yang diberikan pemerintah kepada guru, termasuk sosialisasi KTSP ke berbagai daerah yang dilakukan Dinas Pendidikan (Disdik) setempat. ”Jadi, justru saat inilah momen bagi guru untuk memperbaiki kualitas dan kompetensi. Apalagi UU Guru dan Dosen mensyaratkan adanya sertifikasi,” ujarnya menambahkan.

Seminar yang dipandu wartawan ”HU Pikiran Rakyat” Eriyanti ini, diikuti sejumlah guru di Kota Bandung dan calon guru dari FKIP Unpas. Selain peserta antusias bertanya tentang kurikulum terbaru ini, banyak pula yang ingin mengetahui tentang proses sertifikasi.

Menjawab perihal tersebut, Mulyasa mengatakan, proses sertifikasi guru diberlakukan pemerintah bertujuan mengangkat harkat derajat guru. Para guru yang sudah berstatus S-1 (sarjana) diharapkan segera mengikuti proses sertifikasi profesi. Kompensasi sertifikasi tersebut akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan guru. ”Gaji guru nantinya tidak kurang dari Rp 3 juta,” ujarnya disambut aplaus para peserta. (A-148)***

Sumber: HU Pikiran Rakyat

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com